Siapa tak mnengenal Jennifer Lawrence. Pendatang baru yang
mengejutkan dalam The Hunger Games. Semenjak Winter's Bone nama Jennifer
Lawrence jadi salah satu aset paling panas Hollywood. Selain tergabung
dalam dua franchise besar yakni X-Men dan The Hunger Games, ia sempat
membintangi film macam Like Crazy dan The Beaver-nya Jodie Foster. Ia
dijagokan pula mendapat nominasi Oscar (lagi) untuk Best Actress
melalui Silver Linings Playbook. Seolah karir aktris yang baru berumur
22 tahun ini nyaris tanpa cela dengan mampu menyeimbangkan kualitas dan
sisi komersil. Tapi entah bagaimana ceritanya Jennifer Lawrence bisa
terdampar di sebuah film seburuk House at the End of the Street.
Film
thriller yang punya trailer cukup menyeramkan ini berkisah tentang
Elissa, seorang gadis SMA yang baru saja pindah rumah dan tinggal
bersama sang ibu (Elisabeth Sue). Mereka berdua pindah ke pinggiran kota
tersebut dengan harapan bisa memulai hidup baru dengan lebih damai dan
bahagia. Tapi ternyata terdapat sebuah misteri dan sejarah kelam di
tempat tersebut. Dalam rumah yang berada di seberang rumah mereka berdua
ternyata sempat terjadi sebuah tragedi berdarah.
Beberapa tahun yang lalu seorang gadis cilik bernama Carrie-Ann
membunuh kedua orang tuanya dengan sadis lalu menghilang entah kemana.
Kabar mengatakan ia mati tenggelam. Tapi ada juga yang mengatakan bahwa
Carrie-Ann masih hidup didalam hutan. Elissa sendiri tidak terlalu ambil
pusing dengan ketakutan warga akan kisah tersebut. Dia malah berteman
akrab bahkan mulai jatuh cinta dengan Ryan Jacobson (Max Thieriot) yang
tidak lain adalah kakak laki-laki dari Carrie-Ann yang sekarang tinggal
sendirian dirumah tersebut.
Beberapa movie mania
setuju bahwa film karya sutradara Mark Tonderai ini jelas sama sekali
tidak menyeramkan ataupun menegangkan. Tidak ada momen yang bisa membuat
penonton berdebar-debar melihatnya.Tensi yang terasa datar-datar saja
bahkan membosankan, membuat mungkin beberapa penonton meninggalkan kursi
bioskop lebih awal. Alur ceritanya klise dari awal sampai filmnya
berakhir. Tidak ada misteri yang cukup menarik yang membuat penasaran.
Bahkan twist yang dimunculkan sudah bisa tertebak. Kerancuan pada naskah
yang memadukan drama dengan ketegangan gagal mengangkat film ini.
Sebenarnya itu adalah pilihan yang bagus untuk membuat filmnya menarik. Sayangnya House at the End of the Street terlalu dangkal. Berbagai konflik yang ada sangat terasa dipaksakan. Porsi dan peranan masing-masing karakternya juga terasa sangat asal dan dipaksakan. Pada akhirnya penonton dibuat bingung dengan porsi para karakternya yang cukup sering muncul lalu kemudian hilang lagi tanpa diketahui nasibnya. Sat hal positif dari film ini adalah Jennifer Lawrence yang patut mendapat pujian. Sebenarnya sosok Elissa bisa menjadi tokoh wanita standar dalam film thriller Hollywood, tapi pembawaan yang dilakukan Jennifer Lawrence membuat karakternya jauh lebih menarik dan mudah disukai. Bisa jadi penonton menikmati film ini cuma gara-gara adanya Jennifer Lawrence dengan akting yang baik, tampilan yang seksi, dan suara yang merdu saat ada adegan ia bernyanyi dengan gitar meski sangat sebentar. Elisabeth Shue juga tampil tidak buruk sebagai ibu Elissa. Max Thieriot terlihat kebingungan memainkan Ryan yang kompleks, dan Gil Bellows menggelikan sebagai seorang polisi.
House at the End of the Street adalah sebuah usaha membuat psychological-thriller yang gagal meraih tujuan utamanya. Hasilnya adalah sebuah film yang katanya horror tapi tidak seram, mengusung thriller tapi tidak menegangkan, berniat memperdalam hubungan antar karakter dan konflik drama tapi akhirnya berkesan dipaksakan dan asal-asalan, dan sebuah film yang berniat menjadi thriller cerdas penuh twist tapi sayang jatuhnya bodoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar